A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia
1. Macam-macam Kekuasaan Negara
Konsep kekuasaan tentu saja merupakan konsep yang tidak asing bagi kalian.
Dalam kehidupan sehari-hari konsep ini sering sekali terdengar baik dalam
obrolan di masyarakat maupun dalam berita di media cetak maupun elektronik.
Apa sebenarnya kekuasaan itu?
Secara sederhana kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang
dikehendaki atau diperintahkannya. Sebagai contoh, ketika kalian sedang
menonton televisi, tiba-tiba orang tua kalian menyuruh untuk belajar, kemudian
kalian mematikan televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk
membaca atau menyelesaikan tugas sekolah. Contoh lain dalam kehidupan di
sekolah, kalian datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila terlambat tentu
saja kalian akan mendapatkan teguran dari guru. Begitu pula di masyarakat, ketika
ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah itu lebih dari 24 jam
wajib lapor kepada Ketua RT/RW, maka setiap tamu yang datang dan tinggal lebih
dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang. Nah contoh-contoh tersebut
menggambarkan perwujudan dari kekuasaan yang dimiliki oleh sesorang atau
lembaga. Apakah negara juga mempunyai kekuasaan?
Negara tentu saja mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara
merupakan organisasai kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara memiliki
banyak sekali kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara
untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran,
serta keteraturan.
Apa saja kekuasaan negara itu? Kekuasaan negara banyak sekali macamnya.
Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya
yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273),
kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan yaitu:
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk
undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang,
termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undangundang
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar
negeri.
Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara,
yaitu Montesquieu. Montesquieu sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto
dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya
(2006:273)
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk
undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
c. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undangundang,
termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap
undang-undang.
Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan
dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukan
ke dalam kekuasaan eksekutif dan fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang
berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
yang berbeda dan sifatnya terpisah. Oleh karena itu teori Montesquieu ini
dinamakan dengan Trias Politica.
2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan
pada satu orang saja, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang
dilakukan secara absolut atau otoriter. Maka untuk menghindari hal tersebut
perlu adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, sehingga terjadi kontrol
dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain,
kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang
saja.
Apa sebenarnya konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan itu?
Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Hukum Tata Negara (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan
kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power)
merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya.
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa
bagian, baik mengenai organnya maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga
pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri
tanpa memerlukan koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalan fungsinya
masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan
adalah Amerika Serikat.
Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme
pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa
bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini
membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada
koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan
oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Bagaimana konsep pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia? Mekanisme
pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia
terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan
pembagian kekuasaan secara vertikal.
a. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut
fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian
kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung
antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada
tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah
pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis
kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara,
yaitu:
1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang
dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh
Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
4) Kekuasaan yudikatif
atau disebut kekuasaan
kehakiman, yaitu
kekuasaan untuk
me n y e l e n g g a r a k a n
peradilan guna
menegakkan hukum dan
keadilan. Kekuasaan ini
dipegang oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah
Konstitusi sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal
24 ayat (2) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan
bahwa Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan
umum, lingkungan
peradilan agama,
lingkungan peradilan
militer, lingkungan
peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank
Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undangundang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah
berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara
Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung
antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung
antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil
Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
b. Pembagian kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan
menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan
pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian
kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian
kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan
antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan
koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang
administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari
diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada
pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan
dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan
fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar